Jurnal Pembelajaran Sosial Emosional
Aksi Nyata
Rangkuman School Well-being
Oleh : Nurlaila
School Well-being atau
kesejahteraan di sekolah merupakan salah satu faktor kunci dalam menciptakan
lingkungan belajar yang sehat, nyaman, dan produktif, baik bagi guru maupun
peserta didik. Konsep ini, menurut Konu dan Rimpela (2002), terdiri dari empat
dimensi utama: having (kondisi/ situasi sekolah), loving (hubungan
sosial), being (pemenuhan diri), dan health (kesehatan
fisik dan mental). Dalam konteks pembelajaran di SD, School Well-being sangat
penting karena anak-anak usia sekolah dasar masih berada dalam tahap
perkembangan sosial, emosional, dan akademik yang sangat pesat.
Dimensi
School Well-being
a.
Having yaitu kondisi sekolah yang
mendukung, seperti fasilitas yang memadai, lingkungan yang bersih dan aman,
serta aturan yang jelas.
b.
Loving yaitu hubungan sosial yang
positif antara guru, peserta didik, dan seluruh warga sekolah. Rasa saling
menghargai dan empati menjadi kunci utama.
c.
Being yaitu pemenuhan diri, di mana
setiap individu merasa diterima, dihargai, dan memiliki kesempatan untuk
berkembang sesuai potensinya.
d.
Health yaitu kesehatan fisik dan mental
yang terjaga, baik bagi guru maupun peserta didik.
Hascher (dalam Jarvela, 2011) menambahkan bahwa
sekolah yang membahagiakan ditandai dengan sikap dan emosi positif, konsep diri
akademik yang baik, aktivitas sekolah yang menyenangkan, bebas dari kecemasan,
serta minim konflik dan keluhan.
Faktor
yang Mempengaruhi School Well-being
a.
Stres Guru
Guru yang mampu mengelola
stres akan lebih mudah menciptakan suasana kelas yang kondusif.
b.
Potensi dan Motivasi Peserta Didik
Setiap anak memiliki
keunikan dan motivasi belajar yang berbeda.
c.
Kondisi Sosial Emosional
Literasi emosi sangat
penting agar guru dan murid mampu memahami dan mengelola perasaan
masing-masing.
1.
Bagaimana Saya Sebagai Guru Mengelola Emosi
Agar Berpengaruh Positif pada Lingkungan Pembelajaran?
Sebagai guru SD, saya menyadari bahwa emosi saya sangat
memengaruhi suasana kelas. Anak-anak sangat peka terhadap perubahan ekspresi
dan nada bicara guru. Oleh karena itu, saya berusaha untuk selalu mengelola
emosi dengan baik, di antaranya:
a.
Mengenali dan Menerima Emosi
Saya
belajar untuk mengenali emosi yang saya rasakan, apakah itu marah, sedih, atau
cemas. Dengan mengenali emosi, saya bisa menentukan langkah yang tepat sebelum
bereaksi di depan kelas.
b.
Mengatur Pernapasan dan Memberi Jeda
Saat
menghadapi situasi yang menegangkan, saya membiasakan diri untuk menarik napas
dalam-dalam dan memberi jeda sebelum merespons. Hal ini membantu saya tetap
tenang dan berpikir jernih.
c.
Membangun Mindset Positif
Saya
selalu menanamkan dalam diri bahwa setiap tantangan di kelas adalah peluang
untuk belajar, baik bagi saya maupun murid. Dengan mindset ini, saya lebih
mudah bersikap sabar dan terbuka.
d.
Berbagi Cerita dan Mendengarkan
Saya
tidak ragu untuk berbagi pengalaman pribadi yang relevan dengan murid,
sekaligus mendengarkan cerita mereka. Ini membangun kedekatan emosional dan
saling pengertian.
Dengan
mengelola emosi secara sehat, saya berharap dapat menjadi role model bagi murid
dalam mengelola perasaan mereka sendiri. Lingkungan kelas pun menjadi lebih
nyaman, terbuka, dan penuh semangat.
2.
Bagaimana Menciptakan Lingkungan Positif
dengan Kemampuan Peserta Didik yang Beragam?
Setiap anak memiliki kemampuan, minat, dan
latar belakang yang berbeda. Untuk menciptakan lingkungan yang positif di
tengah keberagaman ini, saya melakukan beberapa strategi:
a.
Menerapkan Pembelajaran Diferensiasi
Saya
menyesuaikan metode dan materi pembelajaran sesuai kebutuhan dan gaya belajar
murid. Misalnya, memberikan tugas yang bervariasi, baik secara visual,
auditori, maupun kinestetik.
b.
Menghargai Setiap Proses dan Usaha
Saya
selalu memberikan apresiasi atas usaha yang telah dilakukan murid, bukan hanya
hasil akhirnya. Hal ini menumbuhkan rasa percaya diri dan motivasi intrinsik.
c.
Membangun Budaya Saling Mendukung
Saya
mengajak murid untuk saling membantu dan bekerja sama, terutama dalam kegiatan
kelompok. Dengan begitu, mereka belajar menghargai perbedaan dan merasakan
kekuatan kolaborasi.
d.
Menciptakan Aturan Kelas Bersama
Saya
melibatkan murid dalam membuat aturan kelas, sehingga mereka merasa memiliki
dan bertanggung jawab terhadap suasana belajar.
e.
Memberikan Ruang untuk Ekspresi Diri
Saya
menyediakan waktu khusus bagi murid untuk mengekspresikan perasaan, ide, atau
kreativitas mereka, baik melalui diskusi, seni, maupun kegiatan lainnya.
Dengan
cara-cara tersebut, saya percaya lingkungan kelas akan menjadi tempat yang
aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua murid, tanpa terkecuali. Setiap anak
merasa diterima, dihargai, dan diberi kesempatan untuk berkembang sesuai
potensinya.
School Well-being bukan
hanya tentang kebahagiaan sesaat, tetapi tentang menciptakan ekosistem sekolah
yang sehat secara fisik, mental, dan sosial. Sebagai guru SD, peran saya sangat
penting dalam membangun budaya positif, mengelola emosi secara sehat, dan
menerima keberagaman murid. Dengan demikian, sekolah benar-benar menjadi rumah
kedua yang membahagiakan bagi semua pihak.
Semoga artikel dan pembahasan ini dapat
menginspirasi kawan-kawan dalam menjalankan peran sebagai guru kelas di SD!
Bu Lela, penjelasan tentang dimensi School Well-being sangat jelas dan komprehensif. Saya setuju bahwa mengenali emosi adalah langkah penting dalam menciptakan suasana kelas yang positif.
ReplyDeleteSaya terkesan dengan strategi pembelajaran diferensiasi yang Bu Lela terapkan. Menghargai setiap usaha murid adalah cara yang efektif untuk meningkatkan motivasi mereka. Semoga bisa diterapkan di kelas saya juga!
ReplyDeleteBu Lela, ide untuk menciptakan aturan kelas bersama sangat menarik. Ini tidak hanya membuat murid merasa memiliki, tetapi juga mengajarkan tanggung jawab. Saya akan mencoba menerapkannya di kelas saya.
ReplyDeleteSaya menghargai pendekatan Bu Lela dalam membangun budaya saling mendukung di kelas. Ini sangat penting untuk mengatasi keberagaman. Semoga kita semua bisa belajar dari pengalaman Bu Lela!
ReplyDelete